Sejenak aku terhenti dari tangisanku yang ku pikir itu tidak penting. Aku terganggu dengan suara ramai di depan rumahku. Tak seperti biasa, suara lantunan ayat suci yang biasa ku dengar dari masjid samping rumahku berganti dengan suara gemuruh ketakutan. Aku berlari menuju halaman rumah. Ku lihat puluhan motor dan sepeda berhenti tak beraturan tepat di depan rumahku. Aku bingung, betapa banyak orang, beberapa ada yang berbaju taqwa, baju khas buruh, pedagang, anak-anak dengan baju lengkap seragam sekolah, dan beraneka ragam pakaian mereka berkumpul tak beraturan. Kulihat di sudut kebunku yang berjarak 60 meter tampak kepulan asap hitam membumbung. Langit tampak gelap. Seketika aku panik, ku lihat keluarga serta semua tetanggaku berhamburan keluar rumah. Semua warga panik, beberapa tampak mengevakuasi barang-barang dari rumahnya. Di sudut sana, rumah kakakku tepat disamping kepulan asap dan api yang membara. Tapi kakakku yang ke-3 ini tak berada di rumahnya.
“Mas, mas, ini gimana? Pemadam, pemadam kebakaran sudah dihubungi?”, ujarku kepada kakakku yang lain, panik. Baca lebih lanjut